Bismillahirrahmanirrahim, inilah satu kalimat yang selalu diawalkan ketika membaca al-Qur’an dan ketika kita ingin memulai suatu kegiatan. Islam mengajarkan agar umatnya senantiasa menyandarkan segala sesuatu yang dilakukan —baik sebelum, sedang, hingga selesai— seluruhnya kepada Allah. Inilah yang disebut dengan kepasrahan atau tawakkal. Dengan menyebut nama-Nya yang Maha pengasih lagi Maha penyayang adalah arti dari kalimat bismillāhirrahmānirrahīm. Dalam kalimat ini yang ditunjukkan oleh Allah adalah sifat welas asih-Nya yaitu sifat rahman dan rahim.
Sifat rahman dan rahim inilah yang meliputi dunia ini, dalam dunia sufi, ada dua sifat yang diyakini dan memang ada dalam Zat Tuhan yakni Jalaliyah dan Jamaliyah. Sifat Jalaliyah adalah sifat yang identik dengan kemahaperkasaan atau kekuasaan Tuhan, jadi asma’ Tuhan yang identik dengan keperkasaan dapat digolongkan ke dalamnya, seperti; Al-Malik, Al-Jabbar, Al-Qawiyy, dll. Sementara sifat jamaliyah Tuhan adalah sifat kelemahlembutan Tuhan. Sebagaimana tersebut dalam kalimat basmalah di atas, yakni rahman dan rahim.
Dalam dunia sufi, sifat jamaliyah inrilah yang diyakini paling dominan yang hadir di alam semesta. Karena itulah sering kita dengar bahwa tanpa cinta-Nya atau welas asih-Nya dunia ini tak akan diciptakan. Allah selalu mendahulukan sifat-sifat kelemahlembutan-Nya terhadap makhluk-Nya, baik yang zalim sekalipun, terlebih yang taat pada-Nya. Inilah kenapa kemudian meski Allah dikenal terhadap hamba-hamba yang zalim dengan azab-Nya yang sangat pedih dan keras, tapi rahmat-Nya selalu lebih luas dari itu, semua itu karena wujud atau bentuk kasih sayang-Nya. Hal ini dapat kita lihat pada al-Qur’an, bahwasanya Allah selalu mendahulukan pengampunan-Nya kepada mereka yang durhaka seberapun besar dosa-dosanya, asalkan kembali kepada-Nya dengan tulus ikhlas, atau mau bertaubat dengan sungguh-sungguh.
Sumber: defriwicaksono.com
Karena sifat jamaliyah Tuhan itulah—khsususnya rahman dan rahim-Nya—manusia dapat hidup dengan damai dan tenang. Padahal, sejatinya manusia adalah makhluk yang paling sering melakukan kesalahan-kesalahan, makhluk yang paling sering membangkang, dan berbuat serakah di alam semesta ini. Di sisi lain manusia juga —kalau tidak mau dikatakan seluruhnya— adalah makhluk yang kebanyakan tidak pernah sadar dan mau mengakui kesalahan dan kelalaiannya. Dalam al-Qur’an sering digambarkan tentang karakter buruk manusia di antaranya; lalai, bermewah-mewahan, putus asa, angkuh, riya’, sombong, psimis, dll.
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan” (QS. 10: 12). Dan dalam surat lain Allah juga menjelaskan, “Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih” (QS. 11: 9).
Banyak lagi ayat yang menjelaskan karakter buruk manusia, namun karena begitu luasnya rahmat Allah Swt. hingga manusia masih tetap diberikan keperluan dan kebutuhannya. Allah senantiasa sibuk setiap saat dengan memberikan kebutuhan-kebutuhan yang diminta makhluk-makhluk-Nya baik yang shalih maupun yang kafir, “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepadaNya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan” (QS. 55: 29). Perhatikanlah juga ayat ini, “Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)” (QS. 14: 34). Dalam ayat lain pun Allah menjelaskan sifat buruk manusia di antaranya; QS. 17: 67, 83, 100, QS. 18: 54, QS. 22: 66, dan QS. 36: 77.
Sekarang bagaimana dengan kita? Apakah kita termasuk orang yang bersyukur atau justru mengingkari nikmat Allah? Setiap hari kita menghirup udara secara gratis, diberikan kemudahan dalam mencari rizki, diberikan kesehatan, dan banyak lagi yang lainnya, tapi jarang sekali kita mengingat dan mengakui bahwa semua itu adalah karena rahamat Allah. Bahkan kita lebih sering menjadi penentangnya, membangkang, serta meremehkan-Nya. Kita menjadi makhluk yang paling nyata dalam penentangan. Setiap hari pernahkah kita hitung mana yang lebih banyak antara beribadah pada-Nya atau bermaksiat?
Meski kita sering melakukan maksiat, melakukan penentangan, serta bersikap angkuh, namun Allah Swt. selalu membuka pintu rahmat yang begitu luas bagi hamba-hamba-Nya. Bahkan ia membuka pintu taubat terhadap dosa apapun, asalkan taubat yang dilakukan itu adalah sebenar-benarnya taubat, bukan taubat-taubatan atau yang biasa disebut dengan taubat sambal. Rahmat Allah itupun terbukti dan terlihat jelas dalam kehidupan kita, betapa tidak, kita sampai saat ini masih bisa dengan bangga dan terhormat di mata manusia lainnya dalam menjalani kehidupan ini, kita tidak pernah malu, ataupun tidak sungkan bergaul dengan orang, hal ini karena Allah Swt. masih menutupi aib-aib kita.
Tak bisa dibayangkan bila Allah bukan Sang penutup aib hambanya, pasti banyak dosa-dosa kita yang pernah kita lakukan dan tak terlihat orang akan nampak kepermukaan, bisa jadi orang-orang akan menjauhi kita karena aib-aib itu, kita menjadi malu, serta betapa buruknya kita di mata orang-orang.
Jika hari ini kita masih bisa pergi ke kantor, ke sekolah, ke tempat kerja, bermain dengan kawan, dan lain sebagainya dengan aman dan tenang itu semua karena rahmat Allah. Bila kita menganggap sikap orang-orang yang baik pada kita, memberikan kepercayaan penuh pada kita, dan kita berada pada kedudukan yang terhormat di lingkungan kita karena itu semua usaha dan kerja keras kita, itu adalah keliru dan salah besar. Itu semua terjadi karena Allah selalu menutupi setiap percik dari aib-aib kita.
“Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air di dalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus” (QS. 4: 12).
Tak bisa dibayangkan berapa banyak aib kita yang telah kita buat selama hidup ini, diawali dari bangun tidur hingga tertidur lagi. Kita terkadang lupa bersyukur tatkala nikmat Tuhan menggunung, dimulai pagi hari saat terbangun dari tidur kita masih bisa menghirup udara segar serta bertemu dengan orang-orang yang kita cintai. Setelah itu, kita berangkat ke tempat kerja atau sekolah, banyak hal yang kita kerjakan di sana, kadang sengaja atau tidak sering kita berbuat dosa.
Dosa-dosa itu sering kita tutup-tutupi agar orang lain tidak tahu. Meski kita tahu, kita sering melakukan kesalahan, namun anehnya kita masih berbangga dengan itu semua, kita bersikap pongah, bangga di hadapan orang-orang dengan jabatan dan kedudukan terhormat kita di masyarakat. Padahal, kita tidak sadar, di balik itu semua karena Allah masih menutupi aib-aib kita di mata orang-orang, sehingga kita masih bisa bergaul dengan aman dan nyaman, masih berada dalam kedudukan yang terhormat serta dipandang baik oleh orang, seandainya Allah tidak menutup aib kita, maka hancurlah kita.







0 komentar:
Posting Komentar