Tak terasa, bulan puasa sudah datang saja. Iklan-iklan
yang khas muncul tiap bulan puasa pun bergentayangan, menandakan bahwa Ramadhan menjadi berkah
tersendiri bagi produsen-produsen. Di sisi lain, televisi mulai merubah haluan acaranya ke arah Ramadhan-ramadhanan, pelawak mulai laku di layar kaca
televisi, dan ulama-ulama tv juga tak kalah mujurnya, kebagian job di bulan ramadhan untuk mengisi tausiah Ramadhan. Tak ketinggalan juga, harga-harga kebutuhan
pokok dipasaran ikut berebut tempat menuju tempat tertinggi. Pada akhirnya
konsumen memang mencari itu semua sehingga suply (penawaran) menjadi
semakin besar karena demand
(permintaan) pun meningkat,
sementara stok terbatas.
Pada
dasarnya puasa adalah salah satu unsur dari agama Islam yang suci. Karena
itulah setiap orang Islam yang sudah baligh wajib untuk berpuasa selama bulan
Ramadhan, yakni menahan diri demi mematuhi perintah Tuhan dari segala sesuatu
yang akan membatalkan puasa sejak azan subuh hingga maghrib. Puasa adalah
ibadah suci yang sangat dipuji dan ditekankan dalam Islam. Karena itulah puasa
menjadi sarana untuk mencapai takwa, dan ganjarannya langsung dari Allah. Menurut
Rasulullah Saw, Allah Swt berfirman, “Puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang
akan membalasnya.”.
Takwa
adalah capaian dari berpuasa, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 183,
bahwa puasa itu diwajibkan agar menjadi takwa. Kata takwa seringkali diulang-ulang
dalam ceramah dan khutbah-khutbah, secara sederhana takwa diartikan agar
menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Pada dasarnya
hal-hal yang diperintahkan untuk dijalankan adalah hal-hal yang dapat
mendekatkan kita dengan Allah, sebaliknya hal-hal yang dilarang adalah yang
akan membuat kita jauh dari-Nya.
Islam
mewajibkan puasa bagi pemeluknya satu bulan penuh selama bulan Ramadhan untuk
memberikan kesempatan kepada kesalehan yang muncul sepenuhnya dalam diri
mereka. Hal ini karena jika seseorang berhasil dari menahan diri untuk
memuaskan keinginan fisiknya yang alamiah, dia akan mampu membebaskan diri dari
belenggu dorongan-dorongan psikologisnya. Inilah kenapa, jika kita mampu
memenuhi persyaratan-persyaratan berkaitan dengan puasa, maka puasa itu akan
menjadikan sarana yang kuat untuk memerdekakan diri dari belenggu keinginan,
hasrat, nafsu-nafsu fisik, dan pembersihan jiwa dari kotoran dosa-dosa badani.
Puasa
tidak cukup hanya dimaknai menahan lapar dan haus untuk sampai pada satu
derajat kesempurnaan. Tapi lebih dari itu, Islam tidak hanya memaknai puasa
hanya sekaitan dengan penahanan hasrat yang sifatnya fisik saja, sebaliknya,
Islam memerintahkan orang yang berpuasa agar menahan diri dari apa pun yang
menyebabkan dirinya terjelembab dari kotoran, dosa, dan segala sesuatu yang,
dengan dorongan setan, menuntut dorongan-dorongan psikologisnya yang suka
membangkang.
Puasa,
yang secara sederhana bermakna menahan lapar dan haus dari subuh hingga maghrib
seharusnya juga dapat mengurangi beban konsumsi di negeri kita. Tapi pada
faktanya sebaliknya, jumlah kebutuhan semakin meningkat yang membuat
harga-harga menjadi semakin mahal dan sukar dibeli oleh orang bertaraf hidup
rendah. Kenyataannya, logika bahwa puasa dapat menekan jumlah konsumsi
sepenuhnya tidak benar dan juga tidak dapat disalahkan. Karena pada dasarnya puasa
juga menganjurkan untuk berbuat baik dengan berbagi kepada sesama. Hal ini
terbukti dengan pembagian takzil-takzil gratis yang dibagikan oleh orang-orang
berpuasa. Meski di sisi lain ada yang secara konsumtif juga membeli berbagai
jenis makanan hanya untuk memenuhi hasrat berbuka saja.
Hal
inilah yang kemungkinan besar membuat demand terhadap barang-barang
kebutuhan pokok meningkat sedangkan stok tidak mencukupi untuk memenuhi demand
itu. Meski di satu sisi puasa membatasi jumlah konsumsi kaum muslim, yang
tadinya bisa makan lebih dari dua kali kapan saja, kini dibatasi hanya bisa
makan pada saat magrib sampai sahur. Jika melihat problem ini, adalah problem
klasik yang hampir setiap Ramadhan dan lebaran selalu terjadi di Indonesia.
Harga-harga merangkak naik jauh-jauh hari menjelang puasa dan lebaran,
sementara di negara-negara lain, katakanlah Malaysia dan Brunei yang notabene
masyarakatnya Muslim tidak mengalami problem “seheboh” seperti di Indonesia.
Indonesia memang unik, setiap kali perayaan
keagamaan permintaannya bisa jauh lebih tinggi melampaui ambang batas.
Jika menilik makna puasa, harusnya puasa tidak
hanya dimaknai sebatas menahan lapar dan haus dari subuh sampai maghrib, jika
demikian maka puasa hanyalah sebatas penunggu atau perebut kesempatan yang tak
sabar atau terpaksa karena kewajiban samata. Sehingga ketika tiba magrib segala
hal dihidangkan di meja makan untuk berbalas dendam atas kelaparan yang ditahan
selama sehari. Padahal, puasa adalah cara untuk melawan ingin yang
berlebih-lebihan, menahan hasrat dari nafsu-nafsu fisik, dan pembersihan dari
dosa-dosa yang sifatnya jasmaniah. Konsumsi yang berlebihan hanya untuk
memenuhi hasrat semata bukanlah tujuan hakiki dari puasa atau bahkan
bertentangan sama sekali dengan tujuan puasa itu.
Ramadhan diturunkan sebagai bulan untuk berpuasa
tidak untuk menjadikan manusia memindahkan jadwal makan dan minum semata.
Ramadhan dijadikan bulan berpuasa, agar setiap orang yang beriman dapat
memasuki pintu-pintu gerbang rahmat Allah yang dibukanya lebar-lebar. Karena
itu, kesucian yang khusus dan kecemerlangan terlihat pada jiwa manusia dan orang-orang yang berpuasa merasakan
kesiapan khusus untuk membersihkan jiwanya dari segala bentuk kotoran dan
tentunya memperbaharui moral mereka.







0 komentar:
Posting Komentar